Selasa, 09 Agustus 2011

'Aksi Referendum Ulang di Papua Digerakkan Antek-Antek Asing!'

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Yusriyanto, yang kini mengelola kelompok Barisan Pergerakan Rakyat Nasionalis menyatakan, menolak segala bentuk intervensi asing untuk Papua.

"Rakyat Papua tak menghendaki referendum. Aksi memperjuangkan referendum ulang itu digerakkan oleh antek-antek asing dengan memanfaatkan elite tertentu yang gila kekuasaan," katanya di Jakarta, Selasa.

Karena itu, ia mengajak seluruh komponen bangsa, termasuk kaum nasionalis di Tanah Papua, agar bersama-sama merapatkan barisan menghadapi berbagai serbuan jejaring neokolonialisme-imperialisme (Nekolim) yang semakin serakah, dan tidak puas menghisap kekayaan Indonesia.

Dikatakannya, Orang Papua, terutama yang masuk dalam Barisan Pergerakan Rakyat Nasionalis benar-benar merasa kecewa dengan stigma negatif Pemerintah Pusat atas mereka, apalagi sering dikait-kaitkan dengan 'gerakan separatis'.

"Mereka warga sipil yang selama ini hanya kenal budaya panah, bukan senjata api. Siapa yang jago menembak dan pandai memegang senjata? Lalu dari mana senjata-senjata itu? Ini yang perlu diselidiki, bukan sembarangan menuduh ada 'gerakan separatis' di balik berbagai gejolak kerusuhan," tegasnya.

Ia menyatakan, semua ini merespons beberapa kegiatan yang berkaitan dengan Papua, seperti aksi unjuk rasa menuntut referendum di Jayapura (ibukota Provinsi Papua) dan di Manokwari (ibukota Provinsi Papua Barat).

Sementara itu, di London berlangsung sebuah seminar, dimotori oleh Benny Wenda, Jennifer Robinson dan Melinda Jankie yang membahas keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.

Benny Wenda dan kawan-kawan tergabung dalam 'International Parliementarian for West Papua (IPWP) dan 'International Lawyer for West Papua (ILWP), yang kemudian sering menjadikan isu Papua untuk kepentingan pribadi kelompok mereka.

Sebagian peserta seminar yang merupakan simpatisan separatisme beranggapan, Pepera ini tidak sah dan perlu diulang karena tak dilakukan sesuai standar internasional ('one man one vote').

Ia menilai, Inggris dan juga Amerika, sangat licik memainkan peran di balik semua aksi memprakarsai referendum Papua itu. "Dulu Bung Karno sudah mengingatkan kita semua, bahwa dua negeri yang banyak memproduksi antek-antek Nekolim tersebut harus diwaspadai," tuturnya.

Tidak ada komentar: