Selasa, 22 Februari 2011

Berdampingan di Antara Seribu Perbedaan

INDONESIA adalah negara yang majemuk. Seribu suku dan bahasa ada di negeri kepuluan ini. Bahkan, sebelum datangnya agama-agama mayoritas, seribu agama juga pernah hidup di negeri ini.

Hal itulah yang menginspirasi pendiri bangsa ini, Soekarno. Sehingga dia membuat konsep Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu. Soekarno sadar betul bahwa perbedaan adalah rahmat. Perbedaan bisa menjadi satu kekuatan demi merebut kemerdekakan.

Tapi sayang, tampaknya cita-cita ideal Soekarno itu hanya tinggal mimpi. Karena, ternyata sulit rasanya bangsa ini hidup berdampingan dengan seribu perbedaan. Lihat saja, kasus kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.

Dengan mengatasnamakan agama, sebuah kelompok menyerang penganut Ahmadiyah, sehingga menimbulkan tiga orang meninggal dunia karena luka bacokan dan luka benda tumpul.

Belum usai cerita ini, muncul lagi kekerasan di Temanggung. Sebuah kelompok masyarakat mengamuk di Pengadilam Temanggung. Mereka mengamuk, karena merasa tuntutan JPU terhadap terdakwa penistaan agama Antonius Richmond Bawengan sebanyak lima tahun penjara dinilai terlalu ringan.

Dua cerita di atas hanya sekelumit cerita kecil dari ratusan kekerasan atas nama agama, suku, dan perbedaan lainnya yang terjadi di Tanah Air. Mabes Polri pernah mengungkap sepanjang tahun 2007-2010 terjadi 107 kekerasan. Polisi mengungkap, setidaknya terdapat tiga ormas yang kerap kali terlibat dalam kasus kekerasan tersebut.

Tapi sampai saat ini ketiga ormas yang disebut Kapolri yang saat itu dijabat Jenderal Bambang Hendarso Danuri, masih tetap ada dan terus menjalankan aktivitasnya, melakukan kekerasan!.

Dari sini terlihat bahwa pemerintah melalui aparat penegak hukum tidak bertindak tegas terhadap setiap kekerasan yang terjadi di negara ini. Karena ketidaktegasan aparat penegak hukum itulah, sebagian kecil masyarakat memanfaatkan peluang tersebut dengan terus melakukan kekerasan dalam setiap hal yang mereka yakini. Karena mereka juga punya keyakinan tak ada dihukum!.

Kuncinya adalah penegakan hukum! Jika aparat penegak hukumnya tegas, pasti tak ada lagi tindakan kekerasan yang diorganisir dan dijadikan tren oleh kelompok tertentu.

Di negeri ini terdapat seribu perbedaan. Tak terbayangkan jika seribu perbedaan ini selalu disikapi dengan kekerasan, penyerbuan, membawa golok dan parang. Apa jadinya negeri ini.

Semoga saja, polisi semakin bertindak tegas dalam menyikapi masalah yang sangat serius ini. Setajam apapun perbedaan yang terjadi di masyarakat, polisi seharusnya berada di tengah dan tidak boleh membiarkan terjadinya kekerasan. Apalagi hanya menjadi penonton!


Sumber :http://suar.okezone.com/read/2011/02/09/59/422868/59/berdampingan-di-antara-seribu-perbedaan

Tidak ada komentar: