Senin, 21 Februari 2011

Pil Pahit TKI dari Arab Saudi

Syukri Rahmatullah.
Nia Kurnia (31), tenaga kerja Indonesia asal Desa Rancamaya, Kabupaten Bandung Barat diperkosa anak majikannya di Arab Saudi pada Mei 2010 lalu. Dua bulan kemudian, dia dipulangkan majikannya ke Indonesia.

Selama bekerja di Riyadh, Nia tidak pernah mendapatkan gaji. Penderitaan Nia tak hanya sampai di situ. Sesampainya di rumah, dia diceraikan suaminya karena diketahui pulang dengan berbadan dua. Nia pun melahirkan anak kembarnya itu tanpa suami.

Kisah pilu di atas hanya salah satu di antara ratusan kisah pilu lain dari jutaan TKI yang mengundi nasib di luar negeri. Tapi, baru-baru ini bukannya perlindungan TKI ditingkatkan, pemerintah Arab Saudi malah menghentikan perekrutan tenaga kerja Indonesia di sana yang kini nyaris mencapai 1 juta orang.

Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia memang tidak memiliki bargaining di hadapan pemerintah Arab Saudi. Bukan tidak mungkin, negara lain juga melakukan hal serupa jika pemerintah Indonesia tidak memiliki sikap yang tegas terhadap kebijakan Arab Saudi tersebut.

Harus diakui, jutaan orang tenaga kerja Indonesia di luar negeri telah banyak mengurangi beban pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan di Tanah Air. Mereka malah turut mengisi kantong APBN setiap tahunnya.

Artinya, jika pemerintah Arab Saudi menyetop TKI maka secara tidak langsung pemerintah akan kekurangan pasokan isi kantong APBN dan juga di sisi lain harus menyediakan sekira 1 juta pekerjaan di Tanah Air. Bukan pekerjaan mudah.

Patut diketahui, negara yang menyediakan tenaga kerja sebagai PRT, sopir di luar negeri bukan hanya Indonesia. Tapi, banyak negara berkembang melakukan hal serupa.  Contohnya di Arab Saudi, Indonesia harus bersaing dengan tenaga kerja asal Bangladesh, Filipina, India, Pakistan, Ethopia, Somalia, dan Yaman.

Mengikuti hukum permintaan dan penawaran, Arab Saudi telah mendapatkan penawaran yang cukup banyak sehingga permintaan mereka terhadap TKI mulai dibatasi karena banyak hal. Seperti ongkos rekrutmen dan gaji TKI yang belum disepakati antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, persoalan penganiayaan dan pemerkosaan oleh majikan dan banyak lagi.

Agar masalah ini tak terulang, sebenarnya pemerintah Indonesia hanya memiliki dua pilihan. Pertama menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup. Atau jika memang tidak mampu, maka harus melakukan pendidikan dan pelatihan yang terarah bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Agar dalam berkompetisi dengan negara lain, TKI lebih diunggulkan karena memiliki keahlian yang unik dan tidak dimiliki negara lain.

Dan yang lebih penting dari kedua hal itu, pemerintah Indonesia harus berani melindungi warga negaranya di luar negeri. Ancaman apapun harusnya berani ditepis pemerintah, demi kedaulatan rakyatnya



Sumber : http://suar.okezone.com/read/2011/02/16/59/425220/59/pil-pahit-tki-dari-arab-saudi

Tidak ada komentar: